BERANI BERMIMPI, KUAT EKSEKUSI

BERANI BERMIMPI, KUAT EKSEKUSI

Penulis: Imam Khoiri (Sekretaris Umum Yayasan SPA Indonesia)

Kapan seseorang dikatakan tua? Kadang ada orang yang umurnya 60 tahun tapi tampak muda. Tidak disangka, umurnya sudah lebih 1/2 abad. Fisiknya masih tetap, semangatnya kuat, optimis memandang hari esok.  Sebaliknya ada orang yang umurnya 40 tahun, tetapi wajah tampak lebih tua dari umurnya. Gairah hidupnya loyo, semangat perjuangannya padam.

Definisi tua dan muda kadang relatif jika semata-mata dilihat dari penampilan atau usia. Apalagi jika konsep tua muda ini diterapkan pada sebuah lembaga. Sekolah dimana Anda berjuang saat ini, termasuk tua atau muda? Mungkin tidak mudah untuk menjawabnya.

Tapi ada satu ukuran yang bisa menjadi alat bantu menilainya. Jika tema pembicaraan seseorang didominasi oleh memori masa lalu, berarti sudah tua. Di matanya, masa lalu adalah kejayaan. Baginya, keindahan itu ada dalam kenangan. Sementara kenyataan semakin suram, mengenaskan. Dia tinggal menghabiskan sisa-sisa tenaga, sisa-sisa umur yang mungkin tak berapa lama. Setelah itu, kamus kehidupan ditutup. Ceritanya berakhir, THE END, TAMAT. 

Sebaliknya, jika yang dibicarakan adalah mimpi-mimpi dan rencana masa depan, berarti masih muda. Dia berpikir tentang rencana-rencana besar, menyusun strategi, menata pijakan-pijakan, meraih sukses-sukses kecil. Cara berpikirnya positif. Ia terus menanam, meski ia yakin tidak akan sempat untuk menikmati hasilnya. Andai mimpi-mimpinya belum terwujud, minimal ia meninggalkan peta jalan. Ada legacy gagasan yang bisa dikembangkan, menjadi warisan yang tak kalah berharga dibanding fasilitas dan kekayaan. Bukankah Rasulullah sendiri mewariskan petunjuk kitab suci, bukan emas dan dirham?

Cara berpikir dan mindset “MUDA” inilah yang mesti kita kembangkan di seluruh lembaga. Wacana harian, diskusi sesama kawan dan pertemuan yang diselenggarakan, hendaknya didominasi oleh tema-tema visioner yang berorientasi masa depan. Perdebatan yang berlangsung lebih banyak diisi dengan beradu visi. Bisik-bisiknya berisi mimpi-mimpi masa depan, bukan kasak kusuk membincang buruknya kawan. Orientasinya adalah berpikir untuk mencapai dan meraih kemajuan, berkontribusi serta khidmat untuk umat. Tidak ada perdebatan yang bersumber dari konflik kepentingan pribadi atau kompetisi untuk mendapatkan bagian. Inilah ciri lembaga yang punya potensi untuk terus berkembang dan memiliki keunggulan.

Mimpi akan membuat kita lebih efektif dalam memanfaatkan waktu. Semakin besar mimpi yang kita ancangkan, semakin efektif waktu yang kita miliki karena setiap detik akan dipenuhi dengan berbagai aktifitas dalam rangka meraih mimpi. Sumber daya yang kita miliki akan bisa kita manfaatkan secara efektif, dan tepat sasaran.

Bermimpi besar dan berupaya maksimal untuk meraihnya, tidak akan membuat kita rugi. Setiap perjuangan untuk meraih mimpi akan membuat kita semakin kuat karena kita akan terus ditempa oleh berbagai tantangan, dilatih untuk bersabar, teguh, gigih, berinovasi dan mencari solusi. Andai mimpi itu tidak tercapai, kita tetap beruntung. Ada ungkapan, “Bermimpilah setinggi langit, jika engkau jatuh, kau akan jatuh diantara bintang-bintang.” Andai kita tidak mencapai 100%, boleh jadi kita meraih 80% atau kurang. Andai kita tidak meraih sedikit pun, sesungguhnya kita tetap beruntung karena kita telah banyak belajar.

* * *

Dalam konteks lembaga, mimpi-mimpi ini harus dirajut menjadi satu. Setiap orang diberikan ruang dan kemerdekaan untuk menyampaikan gagasan idealnya, lalu disatukan menjadi mimpi bersama. Mimpi itu merepresentasikan mimpi semua orang, bukan mimpinya pimpinan semata atau orang tertentu.  Mimpi bersama inilah yang pada akhirnya menjadi kompas yang memandu perjalanan. Kita menjadi tahu arah yang hendak dituju. Kita memiliki kepekaan dan segera mengambil langkah korektif ketika keluar dari arah yang seharusnya.

Mimpi Bersama juga akan menjadi magnet yang akan menggelorakan semangat juang bersama. Dari sana, selanjutnya kita bergandengan, merajut potensi bersama. Kawan kita tempatkan sebagai mitra kerjasama, bukan rekan kompetisi, saling mengalahkan apalagi menjatuhkan. Kerjasama akan membuat kita mampu mengangkat beban yang lebih besar.  Bergandengan akan membuat kita bisa melakukan banyak hal, selama setiap orang menempatkan kepentingan kolektif di atas kepentingan personal. Inilah yang diperintahkan Allah dalam al-Qur’an:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” (Q.S. Al-Maidah: 2)

Memang, tidak semua orang mempunyai kompetensi yang ideal. Tidak ada manusia yang sempurna. Namun untuk menjalin kerjasama, pandangan kita hendaknya tertuju pada kelebihan dan potensi seseorang. Dengan begitu, yang muncul adalah semangat saling mengapresiasi dan menguatkan, bukan merendahkan. Ada satu ungkapan:

لاَ تَحْتَقِرْ مَنْ دُوْنَكَ فَلِكُلِّ شَيْئٍ مَزِيَّةٌ

“Jangan engkau menghina seseorang yang tampak lebih rendah darimu, karena segala sesuatu itu mempunyai kelebihan.”

Justru dengan adanya kelebihan dan kekurangan itu, kita saling bisa mengisi, saling belajar. Karena tidak ada manusia super, kita harus saling asah, asih dan asuh. Saling asah, artinya saling memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan potensi diri. Saling asih, artinya empatik dan peduli dengan teman. Saling asuh, artinya ringan untuk saling membantu dan mendukung sesama teman untuk berkembang.

Ramuan mimpi dan potensi ini selanjutnya ditata dalam barisan yang rapi. Andai setiap orang memiliki semangat dan mengerahkan potensinya untuk mewujudkan mimpi bersama, itu belum cukup, kecuali jika seluruh ikhtiyar itu diatur secara rapi. Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan Allah. Namun ada catatannya. Mereka yang dicintai Allah ini adalah mereka yang berperang dalam barisan secara teratur, seakan-akan suatu bangunan yang tersusun kukuh (Q.S. Ash-Shaf: 4). Artinya, semua gerakan terkoordinasi, di bawah satu komando. Melalui perannya masing-masing, setiap orang berkontribusi untuk menguatkan satu sama lain. Tidak ada orang yang merongrong dan melemahkan, karena bergerak di luar komando.   

Di sinilah pentingnya musyawarah dan koordinasi. Musyawarah itu ibarat mengeluarkan madu dari sarang lebah. Pikiran yang ada di setiap orang itu ibarat madu. Agar madu itu manfaat, perlu dikeluarkan dari sarangnya. Perintah musyawarah dalam Q.S. Ali Imran: 159, turun dalam konteks perang Uhud. Dalam perang Uhud, pada akhirnya umat Islam mengalami kekalahan. Artinya, hasil musyawarah memang tidak memberikan jaminan kemenangan dan kesuksesan. Namun ia harus dilakukan karena merupakan prasyarat sebuah perjuangan. Sebab itu, setiap lembaga mesti memastikan musyawarah dan koordinasi ini berjalan. [Ed:DA]

 

No Comments

Add your comment

× Kirim Pesan