MERENGKUH AMANAH DAKWAH
Penulis: Imam Khoiri (Sekretaris Umum Yayasan SPA Indonesia)
Sejak semula, Yayasan SPA Indonesia lahir dan dibentuk dalam semangat dan dalam rangka dakwah. SPA Indonesia adalah lembaga sosial dakwah, bukan lembaga profit. Darah dan DNA yang mengalir dan menghidupi SPA adalah aliran darah dakwah. Sebab itu, seluruh keluarga besar SPA sesungguhnya adalah aktifis dakwah. Begitulah mestinya kita menempatkan diri.
Dalam posisi demikian, seluruh aktifitas yang kita lakukan dibingkai dalam tiga hal, yaitu berusaha menjadikan diri terus lebih baik, menjadi contoh kebaikan dan mengajak orang lain menjadi baik. Inilah yang setiap hari kita lakukan dengan peran masing-masing. Kita semua bergerak dalam semangat berkhidmat, memberi dan melayani orang lain dalam rangka kebaikan.
Apakah berarti kita seperti lilin yang menerangi sekelilingnya, namun leleh oleh panasnya api? Tidak. Sebab setiap khidmat yang kita berikan untuk orang lain, manfaat kebaikannya akan kembali kepada diri kita masing-masing.
Suatu hari, Imam Ali bin Abi tholib pernah berkata: “Aku tidak pernah berbuat baik untuk orang lain, dan tidak ada orang yang pernah berbuat buruk kepadaku”.
Para sahabat yang ada di sekeliling beliau merasa heran. Mereka bertanya, “Wahai Imam, bukankah engkau telah banyak berbuat baik kepada orang lain dan begitu banyak orang yang telah berbuat buruk kepadamu?”
Mendengar pertanyaan sahabatnya, Imam tersenyum kemudian berkata, “Tidakkah kalian membaca firman Allah swt,
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka itu juga untuk dirimu sendiri.” (Al-Isra’ 7)
Hukum inilah yang akan menaungi seluruh perbuatan manusia. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Siapa menanam kebaikan, akan menuai kebaikan. Demikian pula sebaliknya. Kita yakin, setiap perbuatan baik, meski hanya seberat debu yang melayang-layang di udara karena saking ringannya, tidak akan luput dari perhitungan. Pepatah Jawa mengatakan, setiap orang itu “Ngunduh wohing pakarti.” Soal kapan kita akan memetik hasilnya, serahkan kepada Allah untuk mengaturnya. Mungkin di dunia, mungkin kelak di akhirat. Mungkin kita yang merasakan buahnya, mungkin anak cucu kita, setelah kita sendiri meninggalkan dunia.
Para ulama’ mengatakan من خدم خدم, artinya barangsiapa yang melayani, maka dia akan dilayani. Pengertian ini senada dengan hadis Rasulullah:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاء
Para penyayang akan disayangi oleh ar-rahmaan (Allah). Sayangilah yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit akan menyayangi kalian (H.R Tirmidzi).
Khidmat adalah cara untuk mendapatkan keberkahan yang pada gilirannya akan menjadi wasilah kesuksesan dan kemuliaan. Kemuliaan yang hanya diperoleh oleh mereka yang tidak berorientasi tentang “aku”, tetapi berorientasi tentang “kamu”. Dia tidak bertanya, “Apa yang bisa aku dapatkan”, tapi dia berkata, “Apa yang bisa aku berikan”.
Kebaikan dan khidmat yang dilakukan di Yayasan SPA Indonesia adalah dakwah Islam. Visi Yayasan SPA Indonesia adalah menjadi Center of Exelllence dalam dakwah, Pendidikan dan anak-anak. Dalam bingkai ini, semangat dakwah kebaikan itu terus menghidupi seluruh gerak Lembaga di Yayasan SPA Indonesia. Dakwah memiliki keutamaan yang besar karena dakwah adalah melanjutkan peran para Nabi.
Adakah yang lebih utama ketimbang melanjutkan amanah kenabian? Dakwah memiliki keutamaan karena tidak ada perkataan yang lebih baik ketimbang seruan untuk mengajak pada iman dan amal saleh (Fushilat (41): 33). Maka wajar jika orang yang menjadikan diri wasilah datangnya hidayah Allah, mendapat pahala besar. Kata Rasulullah, dia mendapat balasan yang nilainya lebih baik ketimbang kebanggaan atas kendaraan mewah miliknya خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ. Bahkan balasan ini berlaku untuk satu orang yang mendapat hidayah.
Sebab itu, semua yang berada di SPA Indonesia, apakah sebagai guru, tenaga administrasi dan tenaga pendukung lainnya, adalah aktifis-aktifis dakwah. Status dan peran ini melekat dalam seluruh hidupnya, baik di sekolah, di rumah maupun lingkungan. Di sekolah, ia berdakwah untuk murid-murid sekaligus wali muridnya. Di keluarga, dia berdakwah untuk anak istrinya. Di lingkungan, dia berdakwah untuk masyarakatnya. Setiap diri harus bertanya, apa peran yang sudah kita lakukan di sekolah, keluarga dan masyarakat? Sudahkan hadirnya diri kita menjadi jalan kebaikan dan hidayah bagi orang lain? Sudahkah anak-anak, wali murid, keluarga dan masyarakat, merasakan hadirnya kita sebagai pembawa penerang bagi yang gelap, penunjuk bagi yang buta, solusi bagi yang bermasalah?
Setelah kita memastikan status aktifitas dakwah telah ada dalam diri kita, kita perlu mendapatkan dukungan dari lingkungan keluarga. Diantara pesan pak Zaenal (alm), sesepuh Yayasan SPA Indonesia, “Pastikan semua keluarga SPA berhasil dalam menjadikan keluarganya masing-masing sebagai pendukung dakwah, bukan penghalang dakwah.”
Sehebat apa pun Anda hendak berkarya dalam dakwah, jika tidak didukung oleh orang-orang terdekat, langkah Anda pasti berat. Dibutuhkan energi lebih besar karena akan semakin banyak arus yang tidak sejalan yang harus Anda hadapi. Mungkin Anda akan menjadi seperti Nabi Luth yang ditentang istrinya, atau Nuh yang ditentang anaknya, atau Asiyah binti Muzahim yang menghadapi kezaliman Fir’aun suaminya, atau Yusuf yang menghadapi makar saudara-saudaranya, atau Ibrahim yang tidak sejalan dengan ayahnya, atau Nabi Muhammad yang ditentang oleh Abu Lahab, pamannya. Kita berharap, seluruh keluarga akan mendukung perjuangan dakwah. Tetapi andai tidak demikian adanya, jangan berhenti. Bukankah dakwah para Nabi pun menghadapi nasib yang sama?
Setiap sekolah perlu menguatkan visi dakwahnya, tidak hanya kepada murid-murid tetapi juga kepada wali siswa. Ingat…, lembaga kita akan eksis dan bertahan selama terus berkontribusi memberi manfaat kebaikan di tengah perubahan zaman.
Maka, rengkuhlah amanah dakwah ini. Dakwah adalah tugas bersama. Lembaga adalah amanah bersama, milik bersama. Perbedaan peran adalah tuntunan manajerial agar amanah dakwah ini bisa dikelola secara optimal. Sebab kita tidak cukup bermodal semangat, dan masing-masing menjadi super hero, petarung-petarung tunggal yang handal. Kita butuh kebersamaan. Kita butuh merajut super hero menjadi super tim. Kekuatan kita karena saling topang, kehebatan kita karena rekatnya jalinan ukhuwah dan persaudaraan. Itulah pentingnya kebersamaan “kita”. [ed:DA]