BERBANGGALAH, WAHAI PARA GURU!

BERBANGGALAH, WAHAI PARA GURU!

Penulis: Imam Khoiri (Sekretaris Umum Yayasan Silaturahim Pecinta Anak (SPA) Indonesia)

Setiap orang pasti punya cerita tentang perjalanan hidupnya. Ada orang yang cerita hidupnya lurus dan linier. Waktu kecil, bercita-cita menjadi guru, kuliah di jurusan pendidikan dan akhirnya menjadi guru beneran. Ada yang perjalannya zig-zag, belok kiri belok kanan. Cita-citanya guru, kuliah di pendidikan, tapi akhirnya jadi pedagang. Ada sarjana ekonomi, malah jadi guru.

Anda yang saat ini menjadi guru di Salsabila, pasti punya cerita masing-masing. Menjadi guru, boleh jadi adalah cita-cita sejak kecil, namun boleh jadi tidak. Bagi kelompok pertama, menjadi guru adalah terkabulnya impian dan doa. Tapi bagi kelompok kedua, jadi guru mungkin adalah kecelakaan sejarah, tak terduga, un-expexted, sebatas mengikuti garis takdir. Tapi…..itulah hidup. Kadang Allah memberi saat kita tidak meminta, supaya jelas nyata kuasa-Nya. Sebaliknya, kadang Allah menahan saat kita sangat menginginkan, supaya jelas nyata kita ini adalah hamba yang tak punya kuasa apa-apa. 

Apa pun latar belakang, niat dan lika-liku perjalanan Anda hingga akhirnya menjadi guru di Salsabila, selamat dan berbahagialah karena Anda berada dalam gerbong kemuliaan. Dalam surat Ali Imran: 79, Allah menyebut Rabbaniyyin sebagai kelompok orang yang memiliki derajat kemuliaan. 

كُوْنُوْا رَبَّانِيّٖنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ

Jadilah kamu rabbaniyyin, disebabkan kalian mengajarkan kitab dan mempelajarinya”

Siapa Rabbaniyyin itu? Rabbaniyyin adalah orang-orang yang mengatur dan memelihara urusan orang lain. Mereka adalah para guru.  Mereka disebut rabbani karena dengan ilmunya mereka mendidik, menumbuhkan potensi dan mengarahkan perilaku murid-muridnya menuju kebaikan dan kemaslahatan, dunia dan akhirat. Mereka selalu bersandar kepada ilmu Allah yang memiliki sifat sebagai rabb (Izzuddin Bin Abdis Salam, Tafsir al-Qur’an, juz 1, hlm. 272)

Guru adalah golongan istimewa yang berlimpah karunia. Kepada mereka, Allah mencurahkan rahmat-Nya. Untuk mereka, para malaikat,  penghuni langit dan bumi, bahkan semut-semut di lubang persembunyiannya, melantunkan doa. Kepada mereka disematkan status sebagai pewaris para Nabi. Derajat mereka diangkat melebihi tingginya kedudukan ahli ibadah, seperti tingginya kedudukan Nabi melebihi umatnya.

Guru laksana matahari. Dia bersinar dengan sendirinya dan menyinari sekelilingnya. Baunya harum dan mengharumkan mereka yang ada di sekitarnya. Nama mereka disebut-sebut di kalangan malaikat yang mulia, karena dalam diri guru ada tiga keutamaan, “berilmu, beramal dan mengajar.”

فمن علم وعمل و علم فهو الذى يدعى عظيما فى ملكوت السموات

Barangsiapa yang berilmu, mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya, mereka disebut dengan penuh kemuliaan di kalangan malaikat. (Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 1/55)

Tugas keguruan adalah tugas penting dan agung. Siapa pun yang dipilih oleh Allah untuk menjadi guru, artinya Allah mempercayakan amanah besar di pundaknya, untuk selalu bersanding dalam majlis ilmu. Majlis yang diridhai dan dicintai para malaikat.

وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ

Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu.” (HR. Abu Daud, no. 3641

Dalam riwayat disebutkan, suatu saat Rasulullah masuk ke dalam masjid. Di sana, para sahabat berkelompok dalam dua majlis; majlis ilmu dan majlis dzikir. Keduanya adalah majlis yang baik. Namun Rasulullah memilih untuk bergabung dengan majlis ilmu. “Karena aku diutus sebagai seorang guru”, begitu kata Rasulullah. Sebab itu, berbangga dan berbahagialah, karena Allah telah menuntun Anda untuk mengemban amanah keguruan.

Pertanyaannya, sudahkah kita memiliki kepantasan untuk menanggung amanah besar itu? Sudahkah kita memiliki cukup bekal untuk menerima anugerah agung itu? Syarat kepantasan itulah yang perlu kita miliki dan terus kita upayakan. Sebab, kemuliaan hanya akan dibawa oleh mereka yang mulia. Amanah yang besar hanya bisa ditunaikan oleh mereka yang kuat.

Lalu apa syarat-syarat kepantasan itu? Kita akan bahas pada edisi selanjutnya. (Sumber: Imam Ghazali, Ayyuha al-qalad, hlm. 70-71). [Ed:DA]

 

No Comments

Add your comment

× Kirim Pesan