SUKSES NUNUT DAN NUNUT SUKSES!

SUKSES NUNUT DAN NUNUT SUKSES!

Suatu malam, saat tubuh telah berada di puncak rasa letih aku mencoba memejamkan mata. Sesaat kemudian Mas Zaenal Fanani (alm) memasuki ruang kamar sempit di kantor SPA. Mas Zainal adalah Ketua Umum Yayasan SPA Indonesia yang sangat memberi warna pada gerakan dakwah di Yayasan SPA Indonesia. Beliau adalah inspirator dan guru sejati bagi sebagian besar aktivis dan penggiat dakwah. Ide-ide pemikiran beliau selalu menjadi pemantik perubahan dalam kurun waktu yang sangat panjang di Yayasan SPA hingga kini.

Assalamu’alaikum,” suara khas mas Zainal pelan namun cukup menyentak kesadaranku. Akupun menjawab pelan tanpa beranjak dari pembaringan.

Ngapa Ad?” (Kenapa Ad?), tanya mas Zaenal. Ad, adalah panggilan khas dari Mas Zainal yang sering ditujukan kepadaku, diambil dari frase awal namanya, Adi Kitana. “Sayah po ngeleh?” (Capek atau lapar?). Aku tak berselera dan belum menjawab apapun ketika kemudian beliau menawarkan sesuatu.

Nyusu yok!” mendengar tawaran ini aku bangkit dan menoleh ke arahnya. “Yok!” Jawabku singkat. Maaf istilah “nyusu” ini adalah istilah sandi. Kami gunakan untuk menawarkan ajakan minum susu segar dan ngobrol saat ada masalah besar di Yayasan SPA. Terkadang juga masalah kami pribadi. Sebenarnya bukan semata minum susunya yang penting, namun masalah di balik sandi itu yang lebih penting. Maka seingatku tawaran “nyusu” ini baik yang berasal dariku maupun sebaliknya belum pernah tertolak. Dan malam itu seolah Mas Zainal melihat ada masalah di balik wajahku yang suntuk.

“Banyak orang meraih sukses dalam hidupnya, namun tak banyak yang merasakan nikmat dan puas atas kesuksesannya.” sambil menyeruput susu panas Mas Zainal membuka obrolan.

“Maksudnya bagaimana, Mas?” tanyaku sambil menarik sepiring roti bakar yang masih panas.

“Kalau kesuksesan itu hanya dinilai dari tercapainya tujuan kita, maka itu sering menipu. Itu yang disebut sukses nunut. Apa enaknya? Apa nikmatnya?” pertanyaan Mas Zainal ini membuatku meletakkan kembali sepotong roti bakar yang sudah siap kusantap. Aku tertarik dengan istilah sukses nunut.

“Ad…, di dunia ini banyak sekali orang-orang yang sukses nunut. Mungkin mereka hidup bahagia juga. Tapi mereka tak akan pernah merasakan rasa puas seperti halnya para pekerja keras yang mewujudkan kesuksesannya dengan tetesan keringatnya sendiri,” Aku terus menyimak kata-kata Mas Zainal.

“Kalau Yayasan SPA ini sebuah bis besar. Kamu pingin jadi sopir atau penumpangnya?” tiba-tiba Mas Zainal melontarkan pertanyaan sambil mengambil sepotong roti yang tak lagi panas.

“Pinginnya sih jadi sopirnya mas. Tapi Aku kan belum bisa nyopir? Jadi sekarang ya jadi penumpang dulu saja mas. Kan yang penting sampai tujuannya juga to?” jawabku sekenanya sambil terkekeh.

“Nah itu! Kebanyakan manusia seperti itu. Jadi penumpang, gak usah mikir, bisa tiduran yang penting sampai tujuan. Sementara sopir harus terus waspada. Kalau ada masalah di jalan sopirlah yang disalahkan, bukan penumpang,” kalimat ini kurasakan seperti menghakimiku, tapi Aku sudah pasrah.

“Tapi satu hal yang pasti, Ad. Penumpang tidak akan merasakan rasa puasnya bisa menaklukkan jalanan yang berat dan panjang. Hanya sopir yang bisa merasakannya. Rasa puas seperti itu yang digambarkan Allah dalam Q.S. Al-Bayyinah ayat 8 sebagai orang-orang yang ridlo dan Allah pun ridlo pada mereka.”

“Tapi bagaimana dengan sopir yang ugal-ugalan, seperti tidak memperhatikan keselamatan penumpangnya mas?” Aku bertanya setelah menyeruput susu murni yang selalu bikin kangen ini.

Yo ojo niru sopir sing urakan!”  (Ya jangan meniru sopir yang ugal-ugalan) “Kamu kan seorang Guru,” (saat itu aku memang menjadi Guru dan mengajar di beberapa sekolah di Yogyakarta) “Fitrah Guru itu memimpin, bukan mengekor. Maka pastikan dalam senyum dan tawa kesuksesan hidup kita, ada usaha yang layak telah kita lakukan. Bukan sekedar nunut sukses atau sukses nunut.”

Nasihat yang disampaikan Mas Zainal beberapa puluh tahun lalu itu masih cukup relevan hingga saat ini. Guru kreatif adalah mereka yang memiliki inisiatif lalu berjuang mewujudkannya. Seorang guru kreatif tak saja dinilai dari ide-ide orisinalitas, tetapi juga konsistensinya dalam memperjuangkan idenya. Maka kreativitas identik dengan produktivitas, yakni konsistensi kita berkarya. Terus dan terus berkarya walau banyak hambatan, walau kita kurang atau tak mendapat apresiasi yang baik. Tetap berkarya meski kita kurang mendapat dukungan lingkungan. Itulah ujian konsistensi.

Seorang Guru kerap dicitrakan sebagai pemimpin di tengah masyarakat. Pemimpin adalah pemegang kendali, bukan pengikut. Driver bukan Passenger. Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul “Self Driving” menggambarkan karakter seorang driver adalah individu yang aktif mengambil kendali atas arah dan tujuan hidupnya. Mereka memiliki visi, tujuan yang jelas, dan berusaha keras untuk mencapainya. Seorang driver bertanggungjawab atas keputusan-keputusan mereka dan memiliki inisiatif untuk mengatasi hambatan.

Jadikan diri kita seorang guru yang berkarakter driver. Mari kita terus memantaskan diri menjadi teladan kehidupan. Mewarnai bukan tercalup warna. Mengambil inisiatif dan peran besar dalam setiap event dan kegiatan di sekolah. Mengantarkan kesuksesan sebanyak-banyak murid, bukan mendompleng kesuksesan sekolah dan teman-teman sejawat. Tentang Guru Kreatif ini insyaAllah akan kita bahas pada tulisan-tulisan berikutnya.

“Salam sukses mulia, bukan sukses nunut atau nunut sukses. (Akit.2024)”

——————————————————————————————————————–

Penulis: Setyoadi Purwanto atau lebih dikenal dengan nama Kak Adi Kitana adalah seorang pegiat dakwah Yayasan SPA Indonesia. Beliau kini menjabat sebagai Ketua STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta, Yayasan SPA Indonesia. [Ed:DA]

 

× Kirim Pesan