MEMBANGUN MIMPI, MENGGAPAI SUKSES

MEMBANGUN MIMPI, MENGGAPAI SUKSES

Penulis: Dr. Ali Mahmudi (Ketua Yayasan Silaturrahim Pecinta Anak Indonesia)

Andai ada orang yang menjual kunci keberhasilan yang dengannya siapapun bisa mencapai kesuksesan seketika, maka dengan cara apapun, orang akan rela mengeluarkan banyak uang untuk membelinya. Namun, kesuksesan sejati memang tidak akan diperoleh secara instan. Ia adalah buah dari usaha sungguh-sungguh yang dilakukan secara konsisten dan melalui proses yang tidak singkat. Semua proses kesuksesan itu diawali dengan menciptakan mimpi, membangun cita-cita, berangan-angan besar.

Para sahabat, murid-murid Rasululloh SAW, memahami betul bagaimana mengawali proses kesuksesan. Suatu ketika, Abdullah bin Umar, Urwah bin Zubair, Mushab bin Umair, dan Abdul Malik bin Marwan berbincang di depan ka’bah. Mushab berkata kepada teman-temannya, “Bermimpilah kalian.” Jawab mereka, “Kamu dulu yang memulai”. Mushab berkata, “Aku bermimpi menguasai Irak dan menikahi Sukainah binti Al-Husain dan Aisyah binti Thalhah bin Ubaidillah.” Sejarah mencatat, Mushab bin Umair mendapatkan apa yang ia impikan. Demikian pula Urwah bin Zubair. Ia juga mencapai yang diimpikannya, menguasai ilmu fikih dan hadits. Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah, kedudukan yang diimpikannya. Sementara itu, Abdullah bin Umar bercita-cita masuk surga.

Keteguhan sikap untuk mengawali dan mengikuti proses kesuksesan yang dimiliki para sahabat tentu tidak muncul dengan sendirinya. Sikap ini adalah buah manis dari teladan yang diberikan guru mulia mereka, Rasululloh SAW. Dalam banyak kesempatan, Rasululloh SAW mengajari dan menginspirasi mereka untuk memiliki mimpi dan cita-cita besar. Salah satunya, Rasululloh SAW mengajari mereka melalui Firman Alloh SWT bahwa, “Sesungguhnya Alloh SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri” (Q.S. Ar Ra’d 11)”. Ayat luar biasa ini menginspirasi para sahabat untuk memiliki keyakinan kokoh bahwa untuk mencapai kesuksesan harus diawali dengan mengubah diri sendiri, salah satunya dengan memiliki jiwa sukses. Salah satu karakteristik jiwa sukses memiliki mimpi atau cita-cita besar.

Rasululloh SAW menghendaki agar para sahabat memiliki cita-cita atau mimpi yang besar, cita-cita yang mulia, bukan yang remeh. Sabda Rasululloh SAW:

فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ

“Jika kamu meminta kepada Allah, mintalah surga firdaus, karena ia adalah surga yang paling luas dan paling tinggi.” (HR Bukhari)

Pada kesempatan lain, Rasululloh SAW bersabda, “Sesungguhnya Alloh SWT menyukai hal-hal yang luhur (mulia) dan tidak menyukai yang rendah.”

Cita-cita mulia ini merupakan salah satu piranti untuk mencapai kesuksesan. Semakin sering dan kuat seseorang bermimpi, semakin dekat ia pada kenyataan. Mimpi-mimpi yang kokoh dan mengkristal pada diri seseorang akan menggerakkan dan mendorongnya untuk mewujudkannya.

Kisah teladan para sahabat di atas dapat menjadi pelajaran yang dapat menginspirasi para pendidik atau orang tua. Para pendidik atau orang tua perlu menyadari bahwa mereka sedang mendidik anak-anak untuk hidup di masa depan. Mereka mungkin akan melakukan pekerjaan yang saat ini jenis pekerjaan itu belum ada. Mungkin pula, mereka akan menggunakan teknologi, yang saat ini teknologi tersebut belum diciptakan. Oleh karena itu, pendidik perlu menyadari bahwa anak-anak tidak hanya memerlukan keterampilan teknis, melainkan juga bagaimana mereka mampu menciptakan mimpi-mimpi besar yang menggugah. Mimpi-mimpi besar inilah yang akan memotivasi anak untuk menjadi pembelajar mandiri. Secara sadar, mereka akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan apapun yang mereka perlukan secara mandiri untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Inilah piranti untuk mengarungi kesuksesan masa depan mereka.

Bagaimana dan kapan pendidik atau orang tua dapat menginspirasi anak agar memiliki mimpi-mimpi besar? Banyak kesempatan yang dapat digunakan. Di sekolah, pada sesi apel pagi, misalnya, anak-anak dapat diajak menciptakan mimpi bersama, tentang apa yang hendak mereka capai di akhir studi mereka, tentang kemampuan Bahasa Arab atau Bahasa Inggris yang hendak mereka kuasai, tentang perguruan tinggi yang ingin mereka tuju, tentang pekerjaan yang mereka ingini, atau tentang kebaikan apapun yang hendak mereka lakukan. Tentu, lebih dari itu semua, anak-anak perlu memiliki mimpi termulia, mimpi yang menembus batas-batas kepentingan duniawi, yakni meraih surga.

Dalam skala lebih sederhana, di kelas, anak didorong untuk bermimpi, tentang kemampuan apa yang hendak mereka kuasai di akhir tahun, di akhir semester, atau bahkan di akhir penggal pembelajaran. Berikutnya, anak perlu dibiasakan menuliskan mimpi-mimpi tersebut serta mengkomunikasikan kepada teman atau orang lain. Menuliskan mimpi dan mengatakannya adalah salah satu tindakan nyata terdekat untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Demikianlah, menciptakan mimpi perlu dibudayakan pada diri anak. Mimpi-mimpi yang dibangun secara rasional akan menjadi energi luar biasa yang mendorong semangat kerja gigih untuk menggapai berbagai kesuksesan. [ed:DA]

 

× Kirim Pesan